Ekosistem terumbu karang memiliki arti yang amat penting bagi kehidupan manusia, baik dari segi ekonomi maupun sebagai penunjang kegiatan rekreasi karena keindahannya. Terumbu karang tersebar di seluruh dunia dan mencakup lebih dari 100 negara, termasuk Indonesia. Berdasarkan pemetaan coremap dari LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), luas ekosistem terumbu karang di Indonesia diperkirakan mencapai 2,5 juta ha. Dengan ditemukannya 362 spesies scleractinia (karang batu) yang termasuk dalam 76 genera, Indonesia merupakan episenter dari sebaran karang batu dunia.
Dalam pandangan ekosistem, terumbu karang merupakan salah satu ekosistem di daerah perairan tropis yang memiliki struktur dan kepentingan yang kompleks untuk invertebrata laut lainnya dan juga penting untuk populasi ikan karang. Terumbu karang memiliki peran utama sebagai tempat berlindung, tempat berbagai macam organisme mencari makan, sumber daya perikanan, objek wisata, dan pelindung dari ombak, tetapi ekosistem ini sangat sensitif terhadap tekanan. Apalagi dengan berbagai persoalan daerah pesisir seperti penangkapan ikan dengan mempergunakan racun dan bahan peledak, pencemaran laut, peningkatan jumlah penduduk dan pembangunan di daerah pesisir yang semakin meluas, dipercaya menyebabkan meningkatnya tekanan terhadap ekosistem terumbu karang. Menurut LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), diperkirakan hampir 25% dari kehidupan di ekosistem terumbu karang telah mati, antara lain akibat dari peningkatan suhu mencapai 40 οC
Sayangnya, proses pemulihan terumbu karang juga berjalan dengan cara yang lambat. Sebagai contoh, pemulihan terumbu karang yang cepat di Hawai di bawah pH rendah dan suhu tinggi, setelah pemutihan massal bahkan menghancurkan area tersebut. Tingkat adaptasi genetik untuk beradaptasi dengan suhu tinggi membutuhkan 4-8 tahun dalam Kawasan Indo-Pasifik. Tetapi di beberapa kasus, seperti di kawasan Indo-Pasifik yang sedimentasinya tinggi, substrat yang tidak stabil dan dominasi alga menjadi ancaman serius bagi pemulihan terumbu karang. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dalam membuat suatu struktur buatan untuk memanipulasi habitat, dan memulihkan terumbu karang yang rusak.
Terumbu buatan atau AR (Artificial reef) adalah struktur buatan manusia yang ditempatkan di dasar perairan untuk meniru peran ekologis terumbu karang dan untuk memperbaiki habitat yang rusak. Struktur AR sebagian besar terbuat dari beton yang dirancang khusus dan memiliki berbagai bentuk seperti Reef Ball, pipa beton, kubus beton, dan bangkai kapal. Kehadiran AR juga mengubah topografi dasar laut dan mengubah aliran arus. Beberapa dari arus bergerak ke atas membawa nutrisi dari dasar ke permukaan air sehingga dapat menarik ikan. Model AR ang buatan dan keterjeratan struktural dalam ekosistem mampu menciptakan berbagai jenis habitat mikro dan diharapkan menghasilkan lebih banyak keanekaragaman dan kelimpahan organisme laut terkait. Akan tetapi, kebanyakan proyek AR ini memiliki kelemahan yaitu kuranganya tujuan yang spesifik dan terdefinisi dengan baik, sehingga sulit untuk menentukan apakah program tersebut memenuhi tujuan aslinya, sehingga perlu adanya monitoring dan evaluasi yang jelas terhadap proyek tersebut.
Salah satu daerah yang melakukan proyek pemasangan AR ini adalah Pantai Damas, yang berlokasi di Kabupaten Teranggalek, Jawa Timur. Akses menuju daerah ini sangat sulit melalui transportasi darat karena hingga lintas Selatan Jawa masih dalam tahap pembangunan. Pantai demas merupakan bagian dari Teluk Prigi yang secara umum merupakan daerah semi tertutup yang mempengaruhi arus dan gelombang di lokasi ini tidak begitu kuat. Salah satu sungai kosong di daerah ini saat musim hujan membawa banyak sedimen dan meningkatkan kekeruhan air laut dan mengancam kesehatan terumbu karang. Pada tahun 2017 lalu diketahui ada 25 struktur balok terumbu buatan ditempatkan di dasar laut Pantai Damas yang terletak pada kedalaman 5-7 m dan tersusun inline. Penelitian ini bertujuan untuk memantau kondisi fisik AR, ekosistem dari struktur kumpulan fouling, dan kumpulan ikan yang mengelilingi terumbu karang buatan.
Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan, ditemukan kondisi fisik 22 AR termasuk: 15 AR terkubur sedimen, 1 AR tertutup jaring dan 3 AR lainnya dalam posisi miring. Hasil kepadatan organisme sesil adalah 6,94 ind/m² dimana tercatat dalam 2 tahun pertama penyebaran AR di Pantai Damas sekitar 16 jenis organisme sesil yang menempel pada permukaan kubus AR, adalah cacing tabung, teritip, udang karang, umang-umang, bryozoa, ganggang hijau, tunicata, anemon, karang, karang lembut, hidroid, bintang bulu, ganggang coklat nudibranch, spons dan ganggang merah. Sedangkan kelimpahan ikan karang yang ditemukan sebesar 1,73 ind/m² dimana terdapat 16 famili ikan karang tercatat di di sekitar AR, yaitu Acanthuridae, Apogonidae, Blenniidae, Chaetodontidae, Diodontidae, Fistularidae, Labridae, Nemipteridae, Ostraciidae, Pinguipedidae, Scorpaenidae, Solenostomidae, Tetradontidae, Tetrarogidae, Tripterygiidae dan Pomacentridae. Kondisi fisik AR secara keseluruhan dalam kondisi kurang baik. Jika dibiarkan dalam waktu lama, seluruh struktur AR akan terkubur oleh sedimen dan tidak dapat menyediakan habitat untuk organisme laut. Oleh karena itu, evaluasi dan monitoring terhadap ekosistem terumbu karang buatan atau AR perlu dilakukan, sehingga dapat menjadi acuan untuk pembaharuan dan pengembangan terhadap kondisi terumbu karang buatan yang ada.