Indonesia dikenal sebagai pusat segitiga terumbu karang dunia (coral triangle), rumah bagi lebih dari 500 spesies karang dan ribuan spesies ikan. Dalam beberapa tahun terakhir, kondisi terumbu karang di wilayah nusantara menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Namun, di balik kabar baik ini, masih banyak tantangan yang membayangi kelestarian ekosistem laut yang rapuh ini.
Tren Positif: Pemulihan Terumbu Karang
Laporan terbaru dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta lembaga-lembaga konservasi menunjukkan bahwa beberapa kawasan terumbu karang di Indonesia, seperti di Raja Ampat, Wakatobi, dan Kepulauan Seribu, mengalami peningkatan tutupan karang hidup. Program restorasi karang, termasuk penanaman bibit karang dan rehabilitasi kawasan yang rusak, mulai menunjukkan hasil positif.
Kontribusi dari komunitas lokal, peningkatan kesadaran masyarakat, serta dukungan dari sektor swasta dan LSM telah mempercepat upaya pemulihan. Teknologi seperti coral gardening dan struktur buatan juga membantu menciptakan habitat baru bagi karang dan biota laut lainnya.
Namun, Ancaman Masih Mengintai
Meskipun ada kemajuan, terumbu karang Nusantara masih menghadapi tekanan besar. Perubahan iklim global menyebabkan peningkatan suhu laut yang memicu peristiwa pemutihan karang (coral bleaching). Pada tahun-tahun dengan suhu laut ekstrem, bahkan kawasan yang telah dipulihkan bisa mengalami kerusakan kembali.
Selain itu, aktivitas manusia seperti penangkapan ikan yang merusak (menggunakan bom atau sianida), pencemaran laut dari limbah domestik dan industri, serta pariwisata yang tidak terkelola dengan baik, terus mengancam keberlanjutan terumbu karang.
Menurut data LIPI (sekarang BRIN), hanya sekitar 6% dari total terumbu karang di Indonesia yang berada dalam kondisi sangat baik. Sementara sisanya berada dalam kondisi sedang hingga rusak parah. Ini menjadi sinyal bahwa pemulihan belum merata dan masih sangat rentan.
Jalan ke Depan: Kolaborasi dan Komitmen
Masa depan terumbu karang Indonesia sangat bergantung pada komitmen jangka panjang dari semua pihak—pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan komunitas internasional. Pendidikan lingkungan, pengawasan yang lebih ketat, serta insentif ekonomi untuk konservasi perlu diperkuat.
Penting juga untuk memperluas kawasan konservasi laut yang efektif dan menerapkan pendekatan berbasis ekosistem dalam pengelolaan pesisir. Tanpa langkah-langkah nyata yang berkelanjutan, pemulihan yang terjadi bisa menjadi sementara.
Kesimpulan:
Terumbu karang di Nusantara memang mulai membaik, tetapi belum aman. Di balik kabar baik, masih ada pekerjaan rumah besar yang menunggu. Kita tidak hanya membutuhkan lebih banyak upaya, tetapi juga pendekatan yang lebih bijak dan berkelanjutan dalam menjaga warisan laut yang tak ternilai ini.